Bagaimana kita bisa mencari tahu tentang konsep CRM di dunia realita ?
Hari ini saya melewati sebuah pasar. Nama pasar tersebut adalah Bujeon market. Pasar ini cukup terkenal karena harganya yang sangat murah, meski letaknya berada di pusat kota. Alhasil, banyak pengunjung di tengah kota memilih untuk datang ke pasar ini daripada ke pasar swalayan untuk membeli bahan pokok kebutuhan sehari-hari.
Pedagang di tempat ini didominasi oleh orang tua. Mayoritas para pedagang adalah orang-orang lanjut usia. Mengapa ? Karena para kawula muda mau mencari posisi yang lebih bergengsi, sebagai pegawai kantor (white collar maupun blue collar). Tak sedikit dari para pedagang tsb. sudah menjadi warga dengan ekonomi golongan menengah ke atas. Setiap pagi, para orang tua ini diantar oleh anaknya untuk menempatkan barang dagangan dan dijemput setelah sang anak menyelesaikan pekerjaan di kantor.
Tidak hanya 1-2 orang saja yang terlihat dengan aktivitas demikian. Saya sempat mengamati 5-8 orang tua yang mengalami kehidupan seperti cerita di atas. Tentunya, ada lebih banyak dari angka yang saya amati. Sungguh memprihatinkan apabila melihat orang-orang tua tersebut harus bekerja lagi, meski anaknya sudah bekerja di tempat lain dan memiliki mobil serta posisi yang nyaman. Tetapi, akhirnya saya berpikir positif bahwa lebih baik menjadi pedagang pasar daripada harus menikmati hidup tanpa beraktivitas.
Karena umur yang telah lanjut, pengaturan keuangan para pedagang cenderung menggunakan mekanisme lama, yaitu penyimpanan di bawah kolong rumah, atau di bawah bantal. Tidak sedikit dari orang tua di Indonesia yang melakukan hal tersebut. Mereka kurang percaya dengan bank, karena munculnya rentenir-rentenir yang dengan sengaja menggandakan dan memanfaatkan uang pada jaman dahulu kala. Alhasil, para orang tua (hingga saat ini pun masih bisa dijumpai) cenderung untuk menyimpan di rumah daripada diletakkan di bank.
Dengan memperhatikan pola hidup demikian, sebuah bank X (lebih baik saya menyimpan nama bank tersebut) melakukan aksi "jemput bola". Mereka tahu bahwa orang-orang tua ini tidak mau meletakkan uangnya di bank. Mengapa ? Ada beberapa alasan:
1. Karena mereka sering berjualan sendiri. Mereka hanya percaya anaknya saja. Sedangkan, anaknya pasti sibuk kalau harus mengurus keuangan hasil penjualan sang ibu atau bapaknya.
2. Kalau mereka mau ke bank, artinya mereka akan meninggalkan tempat / lokasi penjualan. Justru hal ini akan mengurangi omzet mereka.
3. Mereka (para orang tua itu) tidak tahu bank mana yang bagus untuk mereka. Daripada coba-coba, mending disimpan sendiri saja.
Apa yang bank X lakukan? Seorang petugas memutari pasar, mencari konsumen bukan menunggu konsumen sebagaimana kebanyakan bank. Akhirnya, setiap pagi jam 10, ada seorang petugas bank keliling yang akan berjalan mengitari pasar Bujeon. Pada awalnya, setiap pedagang diminta untuk membuat buku tabungan terlebih dahulu, dimana petugas bank hanya meminta ID Card dan tanda tangan mereka. Petugas bank harus jeli terhadap keinginan konsumennya. Segala jenis kemudahan diberikan kepada pedagang yang notabene adalah orang tua. (tentunya, tetap mengikuti ketentuan dari pemerintah)
Setelah beberapa waktu, petugas Bank akan berputar sambil membawa uang dan buku tabungan dari masing-masing pedagang. Apabila ada pedagang yang mau menyimpan uangnya, petugas Bank akan mengambil uang tersebut dan memberikan hadiah kecil buat para pedagang tersebut. Hal ini terlihat sulit pada awalnya, karena belum adanya "TRUST" dari para pedagang kepada bank X tersebut. Tetapi, trust muncul karena pengalaman dan nama baik. Dan, akhirya pelayanan tersebut berlanjut karena hasil terbentuknya TRUST.
Tidak hanya mencari pedagang yang mau menyimpan uang, petugas bank tersebut juga membawa sejumlah uang bagi para pedagang yang memiliki account di bank tersebut yang mau mengambil sejumlah uang dari tabungannya. Bank tersebut memberi pelayanan pencetakan buku, penyetoran tunai, dan beberapa layanan lainnya.
Suatu hari, saya berjalan sekitar jam 11an. Saya menyaksikan seorang petugas bank yang sedang berjalan dan membawa segebok uang (kalau saya perkirakan sih, lebih dari 2 jt won (sekitar 20 jt rupiah), itu hanya untuk sebuah kompleks kecil dari pasar Bujeon. Bayangkan berapa petugas yang akan berputar di pasar itu. (Dimana bank tersebut hanya memiliki kantor yang sangat kecil).
Terakhir, saya menyaksikan petugas bank sudah membawa sebuah kereta dorong, yang berisi uang pecahan yang berbeda-beda. Pedagang kadang menyerahkan uang receh, atau bahkan mau menarik uang yang jumlahnya sedikit. Demi memuaskan keinginan konsumen, petugas bank harus mengakali cara untuk bisa memberikan pelayanan yang terbaik.
Konsep CRM tidak hanya bisa dilakukan secara komputasi, namun juga bisa dilakukan dengan personall approach, seperti yang dilakukan oleh bank X ini.
Semoga konsep CRM di dunia real ini bisa memberi pencerahan untuk konsep CRM di dunia maya, terlebih lagi dunia e-business.