Friday, November 28, 2008

E-book tentang Business Process Management

Business Process Management (BPM) telah menjadi salah satu teknologi yang terus dikembangkan oleh vendor-vendor terkemuka di dunia ini. Keandalan software atau system ini salah satunya adalah otomasi business process perusahaan. Tentunya, otomatisasi proses akan memberi kepuasan tersendiri kepada perusahaan (tidak perlu membayar resource yang berlebihan - seperti manusia) dan memberi efek yang cukup signifikan bagi konsumen (efisiensi waktu dan validitas hasil dengan tingkat error yang lebih kecil). Banyak resource yang telah beredar di internet. Link berikut ini akan membantu anda untuk menemukan resource (buku, petunjuk, dan perkembangan informasi) seputar BPM.

Pendahuluan singkat

Business Process is a sequence of tasks that are performed in series or in parallel by two or more individuals or computer applications to reach a common goal” (Rahshid N. Khan)

Berdasarkan definisinya
" BPM is an integrated methodology to design, manage and improve business processes, in order to enhance productivity. Sometimes, it means a software systems to support the methodology " (Rahshid N. Khan)

"Workflow is the automation of a business process, in whole or part, during which documents, information or tasks are passed from one participant to another for action, according to a set of procedural rules." - WfMC

" Workflow Management System is a system that defines, creates and manages the execution of workflows through the use of software, running on one or more workflow engines, which is able to interpret the process definition, interact with workflow participants and, where required, invoke the use of IT tools and applications. " - WfMC

Semoga membantu

Wednesday, November 26, 2008

RFID related implementation (2)


Hyundai, salah satu perusahaan otomotif ternama di dunia, mencoba menerapkan teknologi RFID di perusahaan manufaktur untuk bidang otomotif.

Sebagai perusahaan otomotif yang siap menjadi ranking 1 dunia mendahului Toyota (isu yang dipublikasikan oleh media, tetapi sepertinya masih perlu peningkatan yang signifikan sebelum menjadi nomer 1 dunia)

Diagram disamping menunjukkan bahwa teknologi RFID di perusahaan ini cukup dianggap penting dalam pendistribusian komponen otomotif yang dihasilkan. Selain dapat melacak proses produksi yang sedang berlangsung (real time monitoring production system), RFID juga dapat digunakan untuk melacak perawatan komponen (After Sales Service) setelah kendaraan tersebut digunakan oleh konsumen. Sistem yang terintegrasi seperti ini diharapkan dapat membawa kepuasan konsumen yang lebih meningkat, meski ada efek samping seperti data privacy dan security berkaitan dengan penggunaan mobil tersebut.

E-Mart adalah sebuah perusahaan retail paling terkemuka di Korea, dikuasai oleh Shisegae Group, yang dulunya termasuk dalam Samsung Group dan akhirnya terlingkup dalam CJ Group (Makanan/Kimia/Hiburan), Saehan Group (Media elektronik, pakaian, tekstil) dan Hansol Group (Kertas/Telekomunikasi)

Pemantauan produk di jalur distribusi selama pengiriman ke retailer merupakan hal yang dirasa penting oleh E-mart. Sebagai salah satu retailer paling terkemuka di Korea Selatan, perusahaan ini mencoba menerapkan teknologi RFID untuk pemantauan inventory dan pemesanan produk termasuk pemantauan produk hingga sampai ke inventory bahkan sampai ke display dari setiap outlet.

Real-time system monitoring ini juga berguna bagi konsumen yang menunggu pemesanan produk akibat lack-of-inventory (backlog order) pada saat kedatangan konsumen. Inti dari penggunaan teknologi RFID adalah peningkatan kepuasan konsumen dan efisiensi dunia retailer.


GM Daewoo Auto & Technology ditetapkan sebagai salah satu mobil nasional sejak 1937. Pabrik yang awalnya berdiri di Incheon, berganti nama beberapa kali (awalnya bernama Saenara Motor). Setelah berkolaborasi dengan Toyota di tahun 1965 (dengan nama Shinjin Motor), namanya juga diganti lagi setelah berkolaborasi di tahun 1972 bersama General Motor, USA. (General Motors Korea, dan 1976 berganti nama menjadi Daewoo Motor)

Tahun 1998, pada saat krisis finansial, perusahaan mengambil alih perusahaan SsangYong (spesialis untuk produk 4WD) yang terimbas krisis moneter saat itu. Tetapi, alhasil Daewoo Motor juga terlilit krisis yang cukup berdampak pada tahun 1999.

Akhirnya, pada tahun 2002, General Motors memutuskan untuk membeli mayoritas asset Daewoo dan berkolaborasi dengan Suzuki dan SAIC holding. Sejarah singkat GM Daewoo menunjukkan bagaimana peran sektor eksternal pada penyelamatan perusahaan ini. Dan, saat ini, sebagai salah satu perusahaan otomotif korea yang cukup naik daun karena mobil "kecil", GM-Daewoo memposisikan diri sebagai salah satu perusahaan yang menerapkan RFID untuk kegiatan manufaktur dan SCM'nya.

Sistem RFID sedang dalam tahap pengembangan dan hampir pada tahap implementasi untuk produk secara keseluruhan. Sistem arsitektur dari teknologi RFID tersebut dapat dilihat di diagram di atas.





Hansol adalah sebuah pabrik konglomerasi di Korea yang bergerak di banyak sektor industri, antara lain konstruksi, elektronik, pariwisata, kimia, interior perumahan, produk kertas, telekomunikasi dan logistik.
Penguasaan di berbagai lini sektor industri tersebut membuat Hansol perlu meningkatkan efisiensi industri dengan teknologi RFID sebagai media mempercepat proses dan menekan resiko kehilangan produk, baik time-persistent product (kimia, telekomunikasi, dll) maupun state-persistent product (kertas, konstruksi, dll)




RFID related implementation (1)



GLOVIS, as a part of Hyundai KIA motor logistic company, has been settled as a global logistic company. The previous name in Hankook Logitech Co. Ltd was established in 2001. And, in June 2003 was changed its name to GLOVIS.

As you see in the upper and left picture, they developed such kind of simulation in their own logistic city. The existing 3-D simulation mockup is to publish the importance of RFID technology and their contribution in the logistic process in South Korea .
RFID is used to accelerate SCM process from supplier to customer via any related transportation media (air, sea, land). RFID is very useful to trace the product during the transshipment. And the signal was shown in a small panel to display the product movement in the real-time system.
The development of RFID technology has been established in many typical industrial area. Readers are encouraged to read the following article (link).




Friday, November 14, 2008

u-agritour

Ada yang tahu istilah agritour ?

Agritour terdiri dari 2 kata, agrikultur dan tour. Artinya, petualangan seputar agrikultural. Dalam kehidupan kita, mungkin bisa dikategorikan sebagai wisata alam atau sejenis outbond. Beberapa kawasan wisata atau wahana lingkungan hidup menyediakan program serupa untuk mengenalkan tumbuhan atau hewan di alam sekitar.

Begitu pula dengan negara ginseng ini. Mereka menyediakan sebuah program untuk anak-anak, dimana program ini akan memperkenalkan agrikultural kepada para peserta program dengan menggunakan sistem ubiquitous (computer is everywhere).

Caranya bagaimana ?
1. Setiap Tumbuhan akan diberi Tag. Tag tersebut akan berisi informasi berupa teks yang nanti akan diteruskan ke setiap peserta.
2. Setiap anak akan diberikan tag dan reader. Tag berfungsi untuk mendeteksi lokasi peserta / anak (apabila lokasi kawasan wisata sangat besar) dan Reader berfungsi untuk membaca informasi dari tag yang akan dilalui. Reader bisa berupa HP (hand phone) atau PDA khusus.
3. Seorang anak akan berkeliling di kawasan wisata dan reader akan langsung menerima informasi dari tag yang jaraknya dekat dengan peserta, sehingga peserta dapat secara langsung menerima informasi di reader (HP atau PDA), bisa membaca maupun mendengar informasi tersebut.
4. Reader dapat melacak apakah peserta sudah melalui semua rute atau belum. Reader juga dapat memberikan konfirmasi, berapa lama seseorang mengamati sebuah tumbuhan. Hal ini akan memberi kemudahan bagi pembuat program untuk mengatur jadual antar kelompok.
5. Penjelasan di PDA akan lebih interaktif dan bisa didesain sesuai kebutuhan user, misalnya pilihan bahasa, pilihan warna background, pilihan font, dsb. Aplikasi ini akan memberi kesan belajar yang lebih menyenangkan.
Hal ini terlihat sangat sederhana tetapi menyenangkan. Banyak dari kita melihat fungsi agritour hanya sebagai sesuatu yang "ndeso". Padahal kalau kita mau gali lebih dalam, alam akan memberi makna tersendiri bagi kehidupan manusia. Dan, sudah menjadi tugas manusia untuk mengeksplorasi alam. Dan, teknologi dibuat untuk memberi kemudahan bagi manusia untuk belajar tentang alam.
Semoga teknologi ini memberi inspirasi bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Tuesday, November 11, 2008

U-city

The terminology of ubiquitous means computers are everywhere. South Korea promotes their 15 main cities to have the technology such as wireless networking and RFID tags to be a region with ubiquitous information technology. All information system are linked and everything is virtually linked to an information system using technology connection.

I tried to provide some pictures related to u-city that is being promoted in Seoul, the capital of South Korea.





RFID/USN (Radio Frequency Identification and Ubiquitous Sensor Network) is being developed in mostly developed countries, included South Korea to achieve highly quality of citizen social life. The networking of any information technology equipment among personal information privacy is being settled to be the best technology ever in this era.
U-Seoul, as one of the project in South Korea, is intended to link everything due to citizen personal life, especially in the health-care service. The left figure represent the connection to other parties regarding the u-Care services.
Not only developing technology in the health area, the government also enhance the information link between all life aspect such as transportation, business, governance, fun (culture) and the green environment. All the link will connect to personal digital appliances (such as cell-phone, PDA, etc.) as the service to the citizen. Picture below are representing the requirement information content on the cellphone regarding to environment.













South Korea has developed their u-city project before 2000.
- Seoul also has been pushing its own u-city project since 1998 in the western district of Sangam-dong, which is being developed as a research and development hub for the high-tech industry.
- The Busan city government plans to spend between 850-960 billion won to revamp Busan into a futuristic city by 2010.
- Incheon plans to introduce an intelligent transportation system, home networking, tele-medicine, a disaster prevention/management system, and a pollution control system by 2020. Incheon also has been eager to take up the project and is poised to provide a state-of-the-art network environment in New Songdo City, a new international town it is building for completion in 2014.
- Jeju is likely to focus on tourism as it implements its u-city plans. U-traffic, u-museum, u-park and u-coupon are four major targets that the Jeju provincial government wishes to achieve. U-museum will be realized at the Jeju Stones & Cultural Park in northern Jeju. An anti-theft system and a location-based system which keeps track of visitors' whereabouts will be set up within the museum. U-coupon system for collecting admittance fees will also be introduced.
- The Suwon city government aims to introduce an individually-tailored administration system through which different administration sections can share information.
Noteworthy is Suwon's "u-protection" service which manages health conditions of senior citizens, especially those who live alone, using "mobile health-sensor" technologies.
For example, elderly citizens with the Alzheimer's disease will be identified via location-based technologies in cases that they get lost or struck with troubles.
- Korea's leading information-technology companies are set to pull together their respective expertise to transform part of Daejeon, southeast of Seoul, into a futuristic "intelligent" town.
Chief officials from KT Corp., Samsung SDS Co., LG Electronics Inc., and LG CNS signed a memorandum of understanding for collaboration on a "Future-X U (Ubiquitous)-City" project, commenced in 2006.
I hope this idea will generate new idea to develop our beloved country, Indonesia

Postdoctoral Position on Business Process Management in Logistics

Postdoctoral Position on Business Process Management in Logistics

We are looking for a post-doctoral fellow interested in working on Logistic Process Management supported by Brain Korea 21 (BK21) project at Pusan National University (PNU). This program was established by Korean Government to assist promising and highly qualified young researchers wishing to conduct research in South Korea. It aims at providing opportunities for such researchers to conduct cooperative research with leading research groups in universities and other Korean institutions. Such collaboration will advance scientific research.

Any of candidates with Phd degree in Industrial Engineering, Computer Science or Management Information System is encouraged to have research opportunity in Business & Service Computing Laboratory, Industrial Engineering Department, PNU.

Research Topics of the group:
- Business Process Management
- Logistic Information System
- Service Oriented Architecture
- Context Aware Logistic Process Management
- RFID Workflow
- Complex Event Handling
- Process-based B2B Integration
- XML and webservice


Eligibility/Requirement
PhD in Industrial Engineering, Computer Science, or related majors
Excellent English Skill.
Excellent Skill of computer programming language (Java) and database (Oracle).
OO System Analysis and Design

Scholarship
Duration: 12months starting April 2009 (Based on the research progress, the duration may be extended)
Salary: 24,000,000 Korean Won/year (current exchange rate is about 1,300 Won/USD).

Brief Introduction about Pusan National University
Pusan National University was founded in May 1946 with two faculties, the Faculty of Humanities and the Faculty of Fisheries. Since then, it has grown into a major educational and research institution and today enjoys its reputation as one of top universities in Korea.
The University is now comprised of fifteen colleges, one independent division, one general graduate school, four professional graduate schools and five special graduate schools, and contributes to the development of the nation by producing prominent experts and talented leaders.
As March 2007 graduates of PNU totaled 123.397 bachelor’s degree holders, 26,748 master’s degree holders, and 4,838 doctoral scholars. Many of them are playing central roles as community, national and world leaders.

Introduction to Busan, South Korea
Busan, a bustling city of approximately 3.7 million residents, is located on the southeastern tip of the Korean peninsula. The size of Busan is 765.10km² which is 0.8% of the whole land of the Korean Peninsula. The natural environment of Busan is a perfect example of harmony between mountains, rivers and sea. Its geography includes a coastline with superb beaches and scenic cliffs, mountains which provide excellent hiking and extraordinary views, and hot springs scattered throughout the city. Busan enjoys four distinct seasons and a temperate climate that never gets too hot or too cold.Busan is the second largest city in Korea. Its deep harbor and gentle tides have allowed it to grow into the largest container handling port in the country and the fifth largest in the world. In the coming years, capacity is set to grow further with the opening of the New Port. The city's natural endowments and rich history have resulted in Busan's increasing reputation as a world class city of tourism and culture, and it is also becoming renowned as an international convention destination.

Dateline
Applicants are invited to send a detailed resume including name, address, and contact information to us.
Please include your curriculum vitae, a list of publications.
The deadline of the application is 15 February 2009

Email :
Dr. Hyerim Bae, hrbae@pusan.ac.kr
Associate Professor, Industrial Engineering Department, Pusan National University
Tel. +82-51-510-2733
Admin : Mr. Bernardo, bernardo@pusan.ac.kr

Monday, October 13, 2008

Sistem Inventory Pick-to-Light

Tidak banyak orang tahu tentang sistem Pick-to-Light. Metode yang tidak booming ini ternyata cukup banyak digunakan di dunia industri pergudangan pada khususnya. Metode ini dipercaya sebagai salah satu metode penyimpanan barang yang efisien dan efektif selain metode RF (Radio Frequency) scan ataupun paper label dengan metode barcode.

Beberapa fungsi mendasar dari teknologi ini adalah :
1. Flow/shelf rack picking.
Ketika sebuah nomer order atau nomer lisensi sebuah karton muncul untuk menstimulasi proses pengambilan barang, maka secara otomatis lampu akan menyala berdasarkan informasi yang dimaksud. AGV akan bisa mengarah ke tempat yang dituju secara otomatis berdasarkan nyala lampu yang distimulasi.

2. Mobile cart picking.
Pengambilan oleh AGV atau forklift akan lebih efisien dengan teknologi lampu ini. Produk yang dibawa akan membawa id yang memudahkan bagi si pembawa untuk mengetahui posisi penempatan barang. Identifikasi cart menggunakan license plate di kereta yang digunakan dengan produk yang sedang dibawanya.

3. Assembly/kitting workstations
SKU (stock keeping unit) akan memicu pengambilan dan aktivitas nilai tambah (value-added service activities) untuk merakit atau meng-assembly komponen produk yang terdeteksi.

Mari kita coba simak beberapa hal tentang Pick-to-Light system.
Sistem Pick-to-Light adalah sebuah sistem inovasi tanpa kertas untuk solusi otomatis pengambilan sebuah barang dalam sebuah distribution center (DC). Kemampuan teknologi berupa pengambilan, pengepakan, penempatan, peletakan ke display dan fungsi2 inventori lainnya, sudah termasuk dalam teknologi Pick-to-Light ini.
Ada beberapa teknologi terkait dengan sistem ini.


- Light Tower. (gambar kiri)
Menara lampu (light tower) memberi informasi kepada orang gudang untuk mengetahui lokasi persis barang yang hendak dicari atau ditempatkan.




- Light Frame.
Sistem penerangan dengan lampu memberikan petunjuk bagi orang gudang untuk mempercepat pekerjaan mencari atau menempatkan produk yang dimaksud.


- Quick Pick Position Indicator.
Dengan menempatkan banyak sensor lampu, maka lampu akan menyala di tempat produk yang sedang dicari. Tentunya, petunjuk ini memberi kenyamanan bagi para orang gudang yang memiliki produk sangat banyak.





- Message Center
Model ini banyak dipakai oleh mayoritas industri saat ini. Mungkin kita kurang tahu penggunaan istilah nama dari teknologi ini. Dunia industri Pergudangan sepertinya banyak tahu kelebihan serta kelemahan dari produk ini.




- Put Lights
Dengan lokasi gudang yang sangat luas, tentunya dibutuhkan sistem informasi yang tepat dan akurat untuk penempatan. Oleh karena itu, sistem Put Lights akan menyala apabila sebuah barang telah datang dan siap untuk masuk dalam sebuah rak.




- Pick Lights

Pick lights memiliki fungsi yang hampir sama dengan Put lights, dimana seseorang yang akan mengambil barang/produk mengetahui posisi produk dari nyala lampu posisi tersebut.



Seiring berjalannya waktu, teknologi ini harus didukung oleh teknologi lain, yaitu RF scan. RF scan devices juga membantu efisiensi dari teknologi ini. Dan, teknologi inilah yang akhirnya mengarahkan kepada penggunaan teknologi RFID yang sedang dalam tahapan sangat basic dalam implementasi'nya.

Friday, October 10, 2008

Teknologi RFID di dunia Pergudangan dan Distribusi

1. Introduction

Interest in using radio frequency identification (RFID) technology in warehouse and distribution operations is at an all-time high. Wireless identification and tracking with RFID represents a new way to conduct operations, which creates new benefits and challenges. Users need to understand RFID’s capabilities and limitations to accurately assess the impact it can have on their business.
This white paper provides an overview of RFID technology and how it may be applied to warehousing and distribution operations. It will describe the technology and its maturity, standards and industry initiatives, and will also provide examples of how RFID technology can be best used in warehouses and distribution centers.

2. Overview

You've probably heard the acronym "RFID," which stands for radio frequency identification.You may know that RFID tags can contain unique information that identifies whatever they are attached to, and can share that information wirelessly with computer databases and networks so items can be tracked efficiently.
What you may not know is how far the technology has come and what is being developed right now that could help your warehouse or distribution center. To help decide if RFID would be beneficial, consider if any of the following statements apply to your business:
• Processing speed is essential or could provide a competitive advantage;
• We deal in high-value assets that need to be protected;
• A bar code cannot physically survive our processes;
• Areas of our facilities need to be protected from unauthorized access;
• We need more unique information on each item than a bar code can contain;
• We are highly automated and need to minimize human intervention;
• We could benefit by knowing where products are at all times in the supply chain, in real time.

If any of these statements apply to your business, RFID should be given serious consideration in your system design.

2.1 How RFID Works

First, the basics: RFID is a means of uniquely identifying an object through a wireless radio link.The identification is accomplished by an interrogator, also called a reader or "master," and a tag, also called a transponder or "slave" that has a unique identification code. Data is exchanged between tags and readers using radio waves between the tag and interrogator, and no direct line of sight is required for the transaction.The interrogator asks the tag for the code, or processes the signal being broadcast by the tag, decodes the transmission and transfers the data to a computer.The computer, in turn, may simply record the reading, or look up the tag ID in a database to direct further action, and may also direct the interrogator to write additional information to the tag.
The latest generation of RFID allows the dozens of individual objects within a group to be uniquely identified at the same time. This is in contrast to bar codes, which must be read one by one, and can be very advantageous in high-speed reading, sorting and material handling applications. Because no line of sight is required between the reader and the tag, unattended reading stations can be set up to identify objects on a conveyor belt or within a transport container. Fast simultaneous processing and unattended reading are the main performance characteristics that set RFID apart from bar code.
This advanced functionality comes with a price, which in the past often made RFID systems cost-prohibitive. Today, however, pricing has come down considerably, with many tags suitable for warehouse and distribution operations costing considerably less than a dollar per RFID tags are often reusable and can be packaged to be extremely durable, which helps amortize the initial system cost and provides strong total cost of ownership (TCO) advantages compared with identification methods that must continually be replaced.

2.2 Tags

The lower-cost tags generally are passive (meaning they have no internal power source), have limited data storage capacity (typically 32 to 128 bits), are read-only (not rewritable), and have limited read range. Like bar codes, they are usually used as "license plate" identifiers, i.e., they hold little actual data but serve to identify the object to a database containing larger amounts of information. For example, a tag attached to a product in a work-in-process application would uniquely identify the product each time it passed by a reader.
The reading, and any work performed on the assembly, would be recorded in a database. In turn, a conveyor-based sortation system could identify the item and receive routing instructions from a database application, allowing products to reach their loading destination without human intervention.
Higher-cost tags are available for many more complicated longer read applications.They often have their own power source (these are known as active tags), making them heavier than passive tags, and large data storage capacities (upwards of 1M), making them essentially self-contained databases. These higher-capacity tags could, for example, monitor temperature through a process or give operational instructions to a robotic workstation when they arrive attached to their item, then have updated status information appended to the tag when the task is complete.This flexibility does have a cost, however; the internal power source can burn out, giving these tags a life span of 5-10 years.

2.3 Frequencies

RFID systems are available in a wide range of frequencies to suit various performance needs. Frequency is an important factor in transmission range and speed. However, bandwidth availability is regulated by telecommunications authorities in each country, and not all frequencies are available for use throughout the world. This is an important consideration when planning logistics and supply chain applications. Most tag frequencies share the ISM (Industrial, Safety and Medical) bands.
Compatibility problems are gradually being solved through standardization efforts, particularly in standards sponsored by the ISO. Most RFID technology used in warehousing and distribution operates at either 13.56MHz (high frequency), 860-930MHz (ultrahigh frequency, or UHF) or the 2.45GHz (microwave) band. Still in use are 125 KHz lowfrequency tags, which are used for access control and vehicle identification. Standards that have been ratified or are in development for material handling, logistics and supply chain applications are concentrated in the UHF band and 13.56MHz. Wal-Mart, which will begin requiring its 100 largest suppliers to tag shipments with RFID, has specified the use of draft standards in these frequency bands. Here is a very brief overview of different RFID frequencies and their performance characteristics.

2.3.1 Frequencies - High Frequency

The high frequency, which some call intermediate, band encompasses the 10 to 15MHz range, with 13.56MHz being the most common. Read range with a fixed station reader is around 1 to 3 meters (3 to 10 feet), although the reading speed is higher than the low-frequency band. Sizing of the antennas and tags becomes more critical. More expensive than low frequency, this band has the potential to become more cost-competitive through volume purchase of tags.Typical applications here include access control and smart cards. The first "smart labels" which are RFID tags embedded within adhesive bar code labels, were produced at 13.56MHz, but are now also available in other frequencies.

2.3.2 Frequencies - Ultrahigh Frequency (UHF)

Ultrahigh-frequency RFID encompasses the 850 to 950MHz band and is frequently championed for distribution and logistics applications.The American National Standards Institute (ANSI) standard for RFID identification of returnable transport items, which complements the ANSI MH10.8 bar code shipping label standard, specifies the 902-928MHz band for item identification.The ePC specification (discussed later) supported by Wal-Mart also utilizes the UHF band.Read range, which as with all frequencies depends on tag size, power output and interference, is up to 10 feet.

2.3.3 Frequencies - Microwave

Some RFID products are also produced in the microwave bandwidth, typically at either 2.45GHz or 5.8GHz. These products offer the highest data read rates, but are also more expensive and have higher power requirements. These are often appropriate in specialized applications.

2.4 Read/Write Capabilities

When considering what RFID technology is right for your warehousing or distribution application, it's important to understand the difference between the various types of writing capabilities available. In general, the more versatile, or the more stand alone a system is, the more memory needed, which increases both the size and cost of the tag. Read-only tags have fixed information securely programmed into them when they are manufactured. Write once, read many (WORM) tags may have data written to them once only post-manufacture and are the most popular kind of tag currently used. Rewritable tags are the most memory- and cost-intensive, but provide flexibility to update data. Rewritable tags have a shorter writing rangethan reading range, which must be considered when planning the application.

RFID Technology for Warehouse and Distribution Operations

3. Standards

The International Organization for Standardization, best known by its acronym ISO, has undertaken the most RFID standardization projects and focuses on technical standards that are accepted globally. One of its most important subcommittees is JTC 1/SC 31 Automatic Identification and Data Capture Techniques, which is working on a series of RFID standards for item management. ANSI, which coordinates much of its work with the ISO is another important standards body and has established an RFID standard for shipping container identification.The Automotive Industry Action Group (AIAG) and other industry associations are also developing their own RFID standards, which are often based on ANSI and ISO efforts.The Auto-ID Center at MIT led research to create a specification for RFID for item-level tagging in the consumer goods industry, which it calls the Electronic Product Code (ePC).The Auto-ID Center’s work has since been transferred to a new entity, AutoID Inc., which was created by the Uniform Code Council (UCC) and EAN International, which maintain the U.P.C./EAN bar code system and many other standards. See the ePC section for more details and visit the UCC Web site - http://www.uc-council.org/ - for the latest information.
Any technology needs standards to gain acceptance, and RFID is no exception.Working to get standards in place can delay that procedure, but too many conflicting standards can have the same consequence. Such as in the case of the current situation regarding UHF, too many standards can be the same as having no standard at all. Further complicating the matter, there are technical standards, which specify performance requirements for interoperability, and application standards, often set by industry associations, that describe how RFID can be used for a specific function.AIM Global, the trade association for the automatic identification industry, maintains an updated guide to current RFID standards activity on its Web site.
Visit http://www.aimglobal.org/ for more information about specific standards and proposals. Check with relevant associations and professional societies for specific information about standards in your industry.

4. Applications

Applications are constantly being developed and refined as the technology advances and the supply chain industry continues to work for the cradle-to-grave data flow that will streamline the product pipeline. Because of the visibility it can provide, and its newfound cost effectiveness, RFID is emerging as an intriguing option to complement data collection and product identification in the supply chain.
Many hardware and software suppliers are just beginning to explore how RFID technology can tie into warehouse management systems (WMS) to produce a warehouse/DC of incredible efficiency. Several WMS providers now support RFID data entry in their software. Here are some potential RFID applications in warehousing and distribution environments:• Pallet and case tracking, particularly when the pallets are reused within a closed system.• Forklift identification. RFID can identify forklift location to allow systems to monitor activity and assign the closest forklift to those pallets needing moved, and serve as a permanent asset ID.• Access control: Chips embedded in ID cards can control locks and prevent unauthorized entry; chips on products, cases, pallets and equipment can control item movement and sound alarms in case of unauthorized removal.• Smart shelves: Retailers are experimenting with readers embedded in stocked store shelves to keep track of tagged inventory and notify either the back room or the supplier when stock is low.The application could be modified for use in warehouses and distribution centers for materials management and inventory control.

4.1 An RFID Enabled Warehouse or Distribution Center

There are several possibilities for how RFID technology can be utilized in warehouse and distribution center, in concert with existing systems and other ADC technologies. Step by step, here's one example of what could happen: In receiving, items, cases and/or pallets are read by a portal reading unit placed at the dock door as they are unloaded from the truck. Data are transferred into the warehouse management system (WMS), updating its database.The system reconciles its orders and sends back information that will allow some items to be cross docked for immediate transport, while others can be staged and stored. If bar codes were being used here, all received items would have to be scanned, their labels clearly visible, by workers, making the process much more labor-intensive. When stored on shelves with readers, the readers automatically record what items have been placed there; when they are removed, the action is also automatically recorded. All of this happens without human hands ever touching a scanner, keyboard or clipboard. If cases are broken up and items repacked, each item is reassigned to a tagged case by scanning the item's bar code or
RFID tag and the case/pallet tag.That information transfer initiates an assignment of the pallet or case to a truck or dock. Cases/pallets are moved along conveyor belts, triggering readers along the way that track the movement and also adjust conveyors as needed to redirect the cases/pallets.
Should there be a specific item out there that is needed to fill an order, a worker can go through the aisles, with a handheld reader loaded with the needed unique ID, until the unit beeps, locating the needle in the haystack with keen efficiency. When cases/pallets are loaded back onto trucks, door-mounted units again record the activity, updating the central database and also initiating a sequence that produces documentation such as advance shipping notices (ASNs), packing slips, invoices, etc.

4.2 Item-level tracking

Item-level tracking in supply chain applications has always been a coveted thing. Having each and every item uniquely identified, instead of generally identified with, for example, a U.P.C. symbol- opens up a whole new level of tracking management. The Electronic Product Code, or ePC, being developed by the Auto-ID Center at MIT (see sidebar/addendum) is the latest RFID technology proposed for item-level tracking of consumer goods, and other RFID technologies have also been considered for this application.
While the technology is still being developed and tested, there is much speculation on what applications would be best to use the technology with. The Auto-ID Center sees strong possibilities in warehousing for pallet, case-level and item-level tracking as described in the application section. Numerous studies and analysis by the Center and leading independent consulting firms support this assertion, stating that these types of applications can provide strong return on investment (ROI) in most circumstances.
Some estimate that item-level tracking will not happen for some time, up to 10 years. However, analysts say there are clear business advantages in pursuing pallet- and case-level applications now. "RFID projects yield the biggest immediate benefits when they support order fulfillment and logistics," according to a report by Forrester Research Inc., Cambridge, Mass. "As such, most near-term RFID testing should concentrate on pallets, cases, distribution centers and warehouses - not items and store shelves."

4.3 Application Planning Considerations

To design a successful system, you must not only understand what you want the system to do (application), but you also must be very clear about what technologies can be used to deliver the performance you seek.When defining your perfect solution, it is important to ask yourself often, "Am I adding this technology to do it better, or am I simply adding technology?" Reading hundreds of tags per second could easily overwhelm a network or software application. Existing identification systems should be retained where they are sufficient, with RFID used to complement them or eliminate blind spots or bottlenecks in processes.
Part of application evaluation necessarily involves defining what the technologies you are considering can and cannot do. Just like any other technology, RFID has its limitations, and it's important to know what they are. For example, RFID cannot read tags over great distances, though it can certainly work in concert with technologies that can. Also, because we are talking about radio waves, interference can be a problem, so metal, liquid, and many tags in close proximity to one another or varying orientations could affect performance.Though cost has come down and will continue to decline, an RFID tag will always be more expensive than a paper bar code label, and we doubt you will ever see five cents per tag in low to medium volumes.
Finally, RFID tags cannot replace bar codes. But the two can work together to provide you with an effective, streamlined, highly productive warehouse and distribution management system.

5. Conclusion

To remain competitive in today's global - we-want-it-now supply chain - it is imperative to remain open to new technologies and the improvements they can offer your business. RFID is one useful tool to keep in mind for current and future system design.

source : http://www.logisticsit.com/absolutenm/templates/article-datacapture.aspx?articleid=2669&zoneid=14

Wednesday, October 8, 2008

Bulgaria - A new outsourcing Hot Spot

2007 welcomed Bulgaria into the European Union and into the global trading relationship with many countries. And 2008 promises even greater trade and investment achievements with bilateral investments into the world´s economy. The Bulgarian economy will continue to grow at a 5.5%-6% per year, and corporate tax rates were lowered to 10%. This is causing investors from various countries to take notice of the talent pool and the capabilities of the resources available.

As Bulgarian companies push forward to increase their competitiveness in the EU, the Bulgarian government continues to adapt with EU commerce practices. At the same time the legislation works on various aspects of the digital economy, new and expanded opportunities exist in the information and communication technology sectors. International information technology companies find Bulgaria attractive because of the 0% export tax, comparative low salaries and high skill level of the local workforce. Both fixed and mobile segments of the Bulgarian ICT market still have high growth potential with large investments expected in both segments. A number of foreign companies are opening call/service centers, software development companies, and various other ICT related companies have opened offices in Bulgaria.

There are opportunities for participation in tenders for sale of computers, peripherals and servers for government procurement. The government of Bulgaria has an e-government initiative that will provide major opportunities. With these intentions many global companies are taking advantage of the blossoming opportunities. U.S. providers of advanced telephone service solutions, as well as value-added telecommunications services are in demand. Other best prospects include Internet services, wireless and broadband Internet access technologies, cable television, and voice-over-Internet, routers, switches, access servers, equipment for mobile telephony, cable operators´ equipment and fixed wireless equipment. With these services being made available in Bulgaria, the initial outlay of a large capital investment and operating costs is a lot less than in many other economies. With these needs Gate2Shop, Microsoft, Siemens are just a few of the companies that have taken advantage of the resources available in Bulgaria. These companies have hired from the vast talent pool here and made the best of the growth in this part of the world.

Tuesday, October 7, 2008

Customer Satisfaction

I know that all of the reader may understand the term of Customer Satisfaction (CS). We have to satistfy the CS in the certain (agreement/ most wanted) level to meet customer requirement.

I have one good experience about CS in South Korea. One day, my friend asked me to call a cab. Any foreigner who can't speak Korean, for sure, would like to ask a help from either Korean or any friends who can speak Korean. Since I know how to speak Korean, I had my intention to help him calling the cab.

I found one telephone number, the best and most reliable taxi in Busan, as it was said by my friend. I called and the lady who answer the phone asked me with a single question ... where the pick up point is. She didn't ask much question (what is my phone number, my name, etc.).

And, 1 minute later, I received an sms from the taxi call center. It was about my called. It said that :
The taxi number is XXXX, the taxi will come at the pick up point in 10 minutes.

I was so surprised with the information. And, 5 minutes later, there was an incoming call. Who was he ? The taxi driver called me and asked the exact position of me. Waow.... I was boasting as a king. I just realized what Customer Satisfaction effect on.

It effect a lot with my experience. Since that happening, I feel that I will call the same taxi call center in the future since I was satisfied in my first time. Will you do the same thing as me ?

If you will do like I do, then.. it is the effect of a Customer Satisfaction experience. Do to others what others want you to do. :)

Monday, October 6, 2008

The application of Hybrid Marketing

Restoran di Korea Selatan mencoba menerapkan konsep Hybrid Marketing. Beberapa restoran besar seperti Pizza Hut, TGIF, VIP's, Outback telah menerapkan beberapa metode marketing Hybrid, yang saat ini dirasa cocok bagi konsumen.
Pemberian diskon terasa kurang mengena bagi konsumen di tengah kelesuan ekonomi global saat ini. Diskon dirasa metode yang lama dan kurang memberi ketertarikan bagi konsumen untuk mencoba makanan di restoran tersebut.

Kalau begitu, bagaimana aplikasinya ?
Tanpa menyebut nama restoran yang termaksud (bukan mau promosi juga loo), ada restoran yang menawarkan sistem tambal sulam. Maksudnya, dengan membeli sebuah menu, maka dengan menambah 1.000 won (Rp. 10.000 ), maka anda bisa mendapatkan menu dari salad bar.
Ada juga restoran yang memberikan extra charge 20.000 won (Rp. 20.000) untuk extra daging steak.

Tentunya penawaran-penawaran seperti ini akan merangsang calon konsumen untuk berkonsumsi lebih dari yang direncanakan. Uang 1.000 atau 2.000 won terasa tidak terlalu banyak untuk sebuah menu di restoran mahal seperti yang tersebut di atas. Alhasil, beberapa restoran meraup laba yang cukup besar dari model Hybrid Marketing tersebut.

Semoga hal ini bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca blog ini.

Thursday, October 2, 2008

Industrial Complex

Pada waktu saya melihat PIER, SIER (Industrial Estate) complex, saya sudah sangat tercengang-cengang. Banyak perusahaan asing (terutama di PIER), dan tata letak industri yang berdasarkan kawasan /zona (kawasan berikat, kawasan industri asing, kawasan industri lokal, dll.) sepertinya sudah wah banget. (PIER = Pasuruan Industrial Estate Rembang , SIER = Surabaya Industrial Estate Rungkut)

Tetapi, ketika melihat perkembangan di luar negeri (berdasarkan pengamatan di Korea Selatan), ternyata kawasan industri disini lebih heboh lagi. Bukan lagi zona berdasarkan kawasan, tetapi sudah ibarat sebuah kota tersendiri. BJFEZ (Busan - Jinhae Free Economic Zone), sebuah daerah baru yang di-proposed oleh pemerintah Korea Selatan sebagai salah satu kawasan industri elit di tahun 2020 (proyek mulai di proposed tahun 2003), merupakan sebuah kota impian di masa mendatang.

Berbeda dengan Toyota City di Jepang ataupun Hyundai city di Korea Selatan (yang hanya fokus pada produk mobil, kapal, dan manufaktur berat saja). Tetapi kawasan ini mulai menarik investor beragam industri, tetapi tetap masuk dalam zona-zona yang telah ditetapkan.. sehingga BJFEZ memberi nuansa tersendiri di bidang industri. Beberapa proyek awal yang telah dijalankan antaranya :
1. Pembuatan new port
2. Jalinan kerja-sama (Science Valley - seperti Silicon Valley) dengan Israel.
3. Perjanjian kerjasama antara Rusia, China dan Jepang dalam lalu lintas logistik laut. (5 port Rusia, 45 port China dan 60 port Jepang).

fasilitas yang direncanakan dalam sebuah kawasan ini adalah sbb:
1. New Port - Logistic, Distribution and Maritime affairs
2. International Business Town - International Business Town, Air Logistics, High-Tech & Manufacturing.
3. High Tech and Manufacturing Area - High-Tech, R&D, Busan Science and Industrial Park
4. Mechatronics, Education and Research Area - Mechatronics, High-tech, R&D and University
5. Tourism & Leisure Area - Marine Resort, Golf Court, Hotel, Logistic Complex

Belum lagi sebuah jembatan yang akan menghubungkan pulau Gadeok dan pulau Geoje, untuk memaksimalkan transportasi darat (sepanjang 8.2 km yang diperkirakan selesai 2010).

{selingan ... }
saya membayangkan proyek jembatan Suramadu yang sudah sejak lama dan akan diusahakan selesai pada Maret 2009. Dan, menurut berita, jembatan ini akan menjadi jembatan terpanjang se-Indonesia (5.4 Km) dimana jembatan ini menghubungkan pulau Jawa (pulau inti) dan pulau Madura. (proposal baru adalah jembatan yang menghubungkan Jawa-Sumatra sepanjang 29 km - tunggu aja tanggal mainnya).
Sedangkan, Busan (sebagai kota ke2 terbesar se-Korea Selatan) sudah memiliki jembatan yang berada di tengah laut, yang menjadi ikon kota Busan (Gwangan Bridge - bisa disearching di wikipedia http://en.wikipedia.org/wiki/Gwangan_Bridge) yang memiliki panjang jalan 6.5 km dengan total panjang keseluruhan jembatan 7.4 km. Dan.. yang lebih menarik lagi adalah, jembatan ini hanya sebagai dekorasi kota dan jalan alternatif bagi kendaraan berat yang akan menuju ke pelabuhan (baca : untuk mengatasi kemacetan dalam kota). Artinya, saya dapat mengatakan bahwa jembatan ini bukan jembatan yang menghubungkan antar pulau, tetapi jembatan yang diwujudnyatakan untuk menjadi kebanggaan kota Busan. (tiap tahun ada acara kembang api selama 1 jam untuk merayakan peringatan konferensi APEC)
{lanjut lagi...}

Kota ini (Busan) menjadi sebuah contoh real paduan akademis dan praktis yang menjadi sebuah integrasi yang bisa diwujudnyatakan dan dirasakan oleh banyak orang, khususnya oleh para ahli Teknik Industri. Kota ini bisa menjadi alternatif studi bagi para alumni Teknik Industri, khususnya yang gemar belajar masalah logistik dan supply chain.

sekian ulasan dari Busan.

Tuesday, September 23, 2008

11 Orang Yang Mengubah Dunia Lewat Internet

11 Orang Yang Mengubah Dunia Lewat Internet

Beberapa pemasar Internet mungkin sesumbar pada Anda tentang penghasilan mereka dan tentang kerja keras mereka mencapai status demikian. Tapi sadarkah Anda bahwa ada lho segelintir orang yang berpenghasilan lebih tinggi dibandingkan para pemasar Internet ini? Orang-orang ini dianggap sebagai penemu dari sebagian Internet! Tanpa 11 orang tersebut, internet diyakini tidak akan sepopuler sekarang.
Inilah mereka:

1&2. Larry Page dan Sergey Brin
Menemukan Google pada tahun 1998 ketika mereka baru berusia 24 tahun. Mulai di dalam garasi yang menjadi "kantor" pertama mereka, dua orang ini mengilhami ribuan anak muda untuk mencari uang online. Larry dan Sergey kemudian menciptakan perusahaan senilai satu multi milyar dollar yang mengguncangkan Internet.

3. Mark Zuckerberg

Mark Zuckerberg, mahasiswa universitas Harvard yang menemukan Facebook sebagai satu platform jaringan sosial bagi remaja di perguruan tinggi ketika dia baru berusia 19 tahun. Facebook kini merupakan situs web jaringan sosial terbesar kedua setelah MySpace. Facebook terus tumbuh hari demi hari, dengan jutaan pengguna baru yang terus mendaftar setiap bulan!

4&5. Steve Chen dan Chad Hurley Para pencipta dari situs web "berbagi video online", YouTube. Mereka mendirikan YouTube pada 2005 ketika Chad berusia 28 tahun dan Steve 27 tahun. YouTube kemudian diakuisisi oleh Google dengan nilai $1.65 milyar.

6&7. Jerry Yang dan David Filo Di tahun 1995 kedua orang ini menemukan Yahoo!, mesin pencari yang merupakan saingan terdekat Google. Jerry berusia 26 tahun dan David Filo 28 tahun ketika mereka menciptakan Yahoo!Kedua orang ini sekarang mungkin lagi hangat-hangatnya dibicarakan orang-orang, setelah Microsoft meluncurkan tawaran senilai US$44.6 milyar untuk mengambil alih Yahoo!

8. Matt Mullenweg
Matt Mullenweg baru berusia 19 tahun ketika ia menciptakan platform blogging yang kini dipakai dimana-mana. Ia mendirikan platform blogging WordPress pada tahun 2005, dan sejak itu blogosphere pun mulai berevolusi. Orang-orang mulai berpindah dari MovableType dan platform lainnya ke WordPress, karena platform baru ini memang mudah dipakai dan selalu diperbaharui dan terus meningkat.

9. Tom AndersonMenciptakan jaringan sosial #1 di dunia dengan lebih dari 100 juta pengguna, Tom Anderson mendirikan MySpace di tahun 2004 ketika ia baru berusia 23 tahun. Dia mungkin tidak sekaya Mark Zuckerberg, tapi ia tercatat sebagai pendiri dari jaringan sosial yang dipakai paling luas di Internet.

10. Pierre OmidyarPada tahun 1995 ketika ia baru berusia 28 tahun, Pierre Omidyar mendirikan eBay, lelangan online sedunia. Sejak itu, banyak orang-orang menghargai penemuannya, sehingga mendorong eBay menjadi platform dunia.

11. Blake RossPada tahun 2003, Blake Ross mendirikan Mozilla ketika dia baru berusia 19 tahun. Sejak itu, Mozilla tumbuh sangat pesat, menggoda pengguna Internet untuk memakai penjelajah Firefox Mozilla mereka sendiri, yang terbukti memang lebih mudah dioperasikan dibandingkan kebanyakan aplikasi penjelajah web lainnya.

Tuesday, August 26, 2008

Sistem berbasis Event (1)

"Event" atau kejadian dapat didefinisikan sebagai sebuah kejadian. Namun, "event" juga dapat digambarkan sebagai sebuah kejadian dalam sistem komputerisasi. Ada peluang untuk mengkategorikan definisi event ke dalam dua terminologi : (1). event (2). event object. Karena sulit membedakan keduanya, maka David Luckham menggunakan kata "event" untuk mewakili sebuah kejadian, baik dalam proses atau obyek.

Contoh sebuah "event" :
- transaksi finansial
- pesawat lepas landas
- sensor untuk membaca sebuah barcode
- perpindahan status dari sebuah data di database
- menekan sebuah tombol
- kejadian alami seperti gempa bumi
- kejadian sosial atau sejarah, seperti revolusi Rusia, perang Waterloo

"Event object" dapat didefinisikan sebagai sebuah obyek yang merepresentasikan, menuliskan dan menyimpan sebuah kejadian untuk kepentingan proses komputerisasi.
contoh sebuah "event object"
- order pembelian (menyimpan record aktivitas pembelian)
- konfirmasi email setelah melakukan reservasi pembelian tiket pesawat
- pesan yang merupakan laporan pembacaan reader RFID
- dokumen klaim asuransi kesehatan

"Virtual event" adalah sebuah kejadian yang tidak terjadi di dunia real, tetapi muncul untuk menstimulasi kejadian di dunia real. Atau, "virtual event" dapat dikatakan sebagai model atau simulasi kejadian real.
Contoh :
- kejadian yang diprediksi dari hasil simulasi prakiraan cuaca
- kejadian hasil model dari sebuah permainan perang
- kejadian dari sebuah Virtual Reality.

Saya akan menjelaskan tentang event lebih detail di penulisan blog berikutnya.

Konsep menata gudang

Dalam konsep menata gudang, saya bisa kategorikan menjadi 2 bagian. Kebutuhan untuk penyimpanan & Aktivitas Pengambilan.

1. Kebutuhan penyimpanan (TINGGI) dan Aktivitas Pengambilan (TINGGI)
untuk kepentingan ini, maka diperlukan gudang yang benar2 rapat dan padat. Dan, penanganan secara otomatis mutlak diperlukan untuk menambah efisiensi. Gudang model ini biasanya dipakai oleh Distribution Center. Model seperti ini yang sering dipakai oleh banyak perusahaan besar. Tetapi, sepertinya perusahaan perlu menyesuaikan layout berdasarkan frekuensi pengambilan dan kebutuhan untuk penyimpanan.

2. Kebutuhan penyimpanan (TINGGI) dan aktivitas Pengambilan (RENDAH)
Lokasi bisa random, dan kepadatan bisa lebih diatur. Dan... penanangan manual masih memungkinkan. Biasanya model seperti ini banyak digunakan oleh perusahaan yang melakukan mass production, dimana tingkat pengambilan barang sangat jarang tetapi dalam jumlah yang sekaligus banyak.

3. Kebutuhan penyimpanan (RENDAH) dan aktivitas Pengambilan (TINGGI)
Perlu alokasi khusus untuk pengambilan yang berfrekuensi tinggi. Penanganan secara otomatis akan mendukung efisiensi perusahaan. Fast moving goods seperti model ini tentunya membutuhkan Teknologi Informasi yang cepat dan akurat. Model gudang seperti ini digunakan untuk model2 perusahaan yang bersifat pengolahan sementara, atau perusahaan outsourcing untuk manufacture, atau assembling/packaging untuk beberapa produk, yang setelah proses harus segera dikirim kembali (tanpa harus disimpan oleh perusahaan tersebut)

4. Kebutuhan penyimpanan (RENDAH) dan aktivitas Pengambilan (RENDAH)Tingkat kepadatan barang di gudang dapat direduksi, pengaturan dapat lebih leluasa. Penanganan secara manual juga tidak masalah. Dan, penggunaan beberapa gudang (ato lokasi sementara di workstation) juga tidak terlalu bermasalah. Model gudang seperti ini biasanya merupakan model gudang untuk alat2 perbengkelan. Alat2 bengkel akan sering digunakan, sehingga penyimpanan hanya dilakukan untuk barang2 cadangan. Dan, tidak dibutuhkan frekuensi pengambilan yang tinggi karena setiap barang perbengkelan akan tersedia di showroom untuk dapat digunakan langsung pada saat ada konsumen datang.

Sunday, August 3, 2008

Fokus pada proses - masa depan ada disana

Rekayasa Ulang Perusahaan (Reengineering The Corporation)

Tak satu pun perusahaan di Amerika yang manajemennya tidak mengatakan, paling tidak untuk konsumsi publik, bahwa mereka butuh suatu organisasi yang cukup fleksibel untuk menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan kondisi-kondisi pasar, berani bersaing dengan harga pesaing, inovatif dalam menjaga produk-produk dan servisnya dengan teknologi terbaru, dan cukup handal dalam memberikan kualitas dan servis pelanggan yang maksimum.
Maka, jika manajemen-manajemen menginginkan perusahaan perusahaan yang ramping, gesit, fleksibel, responsif, kompetitif, inovatif, efisien ,mengutamakan konsumen, dan menguntungkan, mengapa begitu banyak perusahaan Amerika yang gemuk, lamban, kaku, melempem, tidak kompetitif, tidak kreatif, tidak efisien, meremehkan kebutuhan pelanggan dan tidak menguntungkan?

jawabannya terletak pada bagaimana perusahaan-perusahaan ini menjalankan tugas mereka dan mengapa mereka melakukannya seperti itu. Beberapa contoh berikut mengilustrasikan hal-hal yang menyebabkan kinerja perusahaan sering jauh berbeda dari hasil-hasil yang diharapkan para pimpinan mereka. Sebuah pabrik yang pernah kami kunjungi, seperti banyak perusahaan lain, menentukan sebuah sasaran untuk memenuhi pesanan-pesanan pelanggan dengan cepat, tetapi sasaran ini ternyata sulit dipahami. Seperti kebanyakan perusahaan dalam industrinya, perusahaan ini menggunakan sistem distribusi bertingkat banyak. Yaitu, pabrik mengirimkan barang-barang jadi ke sebuah gudang pusat, Pusat Distribusi Sentral (CDC-Central Distribution Center). Kemudian CDC mengirim produk-produk tersebut ke Pusat-pusat Distribusi Regional (RDC-Regional Distribution Center), gudang-gudang yang lebih kecil yang menerima dan memenuhi pesanan-pesanan pelanggan. Salah satu dariRDC-RDC ini mengurusi daerah di mana CDC berada. Kenyataannya, keduanya menempati bangunan yang sama.

Kadang dan tidak dapat dielakan RDC tidak mempunyai barang-barang Yang diperlukan untuk memenuhi pesanan pelanggan. Meskipun demikian, RDC khusus ini dapat mengambil produk-produk yang tidak tersedia itu dengan cepat dari CDC yang berlokasi di seberang gedung, tetapi bukan itu yang mereka lakukan. Itulah mengapa meski untuk pesanan yangmendesak/kilat, prosesnya memakan waktu sebelas hari: satu hari untuk memberi tahu CDC barang-barang apa yang dibutuhkan RDC, lima hari diperlukan CDC untuk memeriksa, memuat dan mengirimkan pesanan; dan lima hari diperlukan RDC untuk menerima secara resmi dan mengatur barang-barang tersebut dan kemudian mengangkut dan mengemas pesanan-pesanan tersebut. Salah satu alasan mengapa proses ini begitu lama adalah bahwa RDC-RDCdinilai dengan jumlah waktu yang mereka perlukan untuk merespons pesanan-pesanan pelanggan, sedangkan CDC tidak.

Kinerja mereka dinilai berdasarkan faktor-faktor lain: biaya persediaan, siklus persediaan, dan biaya tenaga kerja. Tergesa-gesa memenuhi banjir pesanan RDC-RDC akan merugikan angka kinerja CDC itu sendiri. Akibatnya, RDC bahkan tidak berusaha untukmendapatkan barang-barang yang harus segera tersedia dari CDC yang berlokasi di dekatnya. Malahan, ia meminta kiriman barang lewat udara dari RDC lain. Biayanya? Rekening pengangkutan udara saja mencapai jutaan dolar pertahun; tiap RDC mempunyai sebuah unit yang tidak melakukan apa-apa selain bekerjasama dengan RDC-RDC lain mencari barang-barang; dan barang-barang yang sama lebih sering dipindah dan diserahterimakan daripada yang seharusnya. RDC-RDC dan CDC semuanya melaksanakan tugas, tetapi secara keseluruhan sistem tersebut tidak berhasil. Contoh kasus diatas mengilhami sebagian besar perusahaan-perusahaan Amerika untuk me-reengineering perusahaannya dalam mengejar ketertinggalannya dari perusahaan-perusahaan Jepang.

Sumber : Rekayasa Ulang Perusahaan (Reengineering The Corporation)Michael Hammer & James Champy

Thursday, July 17, 2008

Dampak pemadaman listrik bergilir di Indonesia (2)

Melihat potensi pelaksanaan SKB menteri tentang pengalihan jam kerja beberapa industri ke hari Sabtu dan Minggu, maka tentunya akan muncul permasalahan baru yang harus ditetapkan oleh pemerintah.

Pemindahan jam kerja sama dengan mengganti hajat hidup orang. Ketika orang melihat hari bekerja efektif = hari Senin - Jumat, otomatis peraturan SKB menteri ini menjadi pemicu antusiasme para buruh untuk mendapatkan upah lembur karena bekerja di hari tambahan (sabtu dan minggu). Hal ini tentunya menjadi kontras dengan pemikiran pengusaha yang lebih melihat dari faktor efisiensi, bukan dari segi penambahan biaya tenaga kerja akibat lembur.

Kompleksitas berikutnya yang masih dalam tahap perdebatan adalah bukanya sektor2 industri pendukung seperti perbankan, dan birokrasi pemerintah seperti bea cukai dan pengurusan perijinan sehubungan dengan logistik. Hal ini tentu akan memicu isu lain, peningkatan potensi gaji tenaga kerja yang sebagai akibat tidak langsung dari aktivitas pemadaman listrik bergilir.

Perlu juga ditambahkan bagaimana industri harus menjadual ulang terhadap kontrak kerja yang telah dibuat di awal tahun, atau awal periode pertengahan tahun 2008. Hal ini akan membuat para pelaku industri berpikir mencari celah yang membuat mereka dapat segera melalui krisis yang tidak menyenangkan ini.

Semoga saja, krisis akibat pemadaman listrik bergilir dapat segera berlalu.

Monday, July 14, 2008

Dampak pemadaman listrik bergilir di Indonesia

Berdasarkan survey literatur, berikut ini list beberapa kerugianakibat pemadaman 8 jam kerja:

1. pabrik spinning (dgn 60 mesin) -- rugi Rp. 900 juta / jam

2. pabrik weaving (dgn 50-100 unit mesin) -- rugi Rp. 315 juta/ jam

3. pabrik garmen (15 line mesin) -- rugi Rp. 270 juta / jam.

4. pabrik es (kapasitas produksi 30-40 ton) -- rugi 300 juta persekali pemadaman.

5. pabrik susu -- rugi Rp. 180,9 juta per pemadaman.

dll. dsb.

Biaya kerugian produksi ini belum lagi ditambah dengan kerusakanmesin atau peningkatan biaya maintenance akibat mendadaknya pemadaman listrik (perubahan jadual pemadaman listrik). Belum lagi penurunan kualitas akibat pemadaman listrik (seperti susu dan es) atau bahkan pabrik pengolahan yang lainnya. Ditambah lagi biaya keterlambatan pengiriman yang telah direncakan akibat penyesuaian jam kerja. (jadi pusing deh.... )

Ini masih beberapa contoh, belum termasuk industri2 lain yang lebih signifikan seperti pengolahan hasil laut yang membutuhkan konsistensi suhu tertentu.

Industri hulu (eksplorasi dan produksi) dan hilir (pemasaran danniaga) merupakan pendongkak perekonomian Indonesia dengan perkiraan lebih dari 75% PDB nasional. Jadi, bisa dibayangkan negara akan mengalami penurunan PDB dari sektor industri riil yang sangat signifikan hanya karena akibat pemadaman listrik bergilir. Dan pertumbuhan ekonomi Indonesia dipastikan akan melorot di tahun 2008 ini. Dan, media sudah menyorot bagaimana sikap investor asing terhadap masalah ini.

SKB menteri sepertinya bukanlah sebuah alternatif yang harus diambil untuk stabilitas pasokan listrik. Tapi, mau bagaimana lagi kalau melihat potensi listrik nasional yang tidak bisa memenuhi permintaan. Semoga permasalahan ini dapat segera diselesaikan oleh pemerintah kita. dan semoga aja PLTU Indramayu, PLTU Rembang, dan PLTU Labuanyang sedang dibangun bisa berjalan sesuai rencana, meski jumlah pasokannya belum tercukupi.

Monday, July 7, 2008

Mana yang lebih baik - Kebijakan atau Efisiensi ? (3)

SKB Menteri tetap digodok dan diusahakan untuk memperkecil dampaknya pada dunia industri. Namun, hal itu sepertinya tidak akan berdampak pada industri besar yang telah memiliki "power plant" sendiri. Sedangkan, industri menengah dan kecil yang menjadi ujung tombak pertumbuhan perekonomian bangsa akan tergerus dengan kebijakan yang kurang memperhatikan efek pasokan listrik pada sentra industri yang membutuhkan kesegaran (seperti daging, susu) dan industri besi atau sintetik fiber yang membutuhkan panas yang berkesinambungan.

Kalaupun kebijakan itu akhirnya mengarahkan pada efisiensi industri, sepertinya kebijakan tersebut hanya berupa aturan tertulis yang cenderung mematikan daripada menyelamatkan industri. Tulisan saya sebelumnya menyatakan bahwa kebijakan tersebut berusaha menyelamatkan posisi negara dalam jangka pendek yang sedang dilanda krisis energi dan bisa memberi keleluasaan pada kesempatan "pemerasan" dalam bentuk yang lain untuk mencapai target industri.

Bisa diyakini bahwa para praktisi industri sedang mencari energi alternatif untuk menyelamatkan industrinya dari pergerakan finansial yang menurun. Namun, kebijakan generalisasi yang mengharuskan para industri mengikuti aturan negara tanpa melihat spesifikasi industri adalah sebuah hal ironis yang perlu disikapi dengan bijaksana. Rumusan efisiensi melalui kebijakan akan berbeda dengan rumusan efisiensi yang dihitung oleh industri masing-masing. Oleh karena itu, ada baiknya definisi efisiensi dikembalikan ke sektor industri masing-masing daripada diatur oleh negara yang masih kesulitan mengklasifikasikan jenis industri di Indonesia.

Efisiensi energi industri masing-masing dapat terlihat dari jumlah pasokan energi nasional yang dikonsumsi oleh industri. Apabila jumlah energi alternatif semakin meningkat dan energi BBM semakin menurun, maka dapat dikatakan efisiensi terjadi. Tetapi, ketika efisiensi dipaksakan dari sebuah aturan yang cenderung "memaksa" tanpa melihat signifikansi efek jangka panjang kebijakan ini, maka hasilnya akan semakin memperburuk kondisi perekonomian bangsa.

Hal ini juga bisa mengarahkan pada merger industri, seperti yang terjadi pada krisis moneter 1997, dimana bank-bank gurem akhirnya dilikuidasi oleh bank besar untuk menyelamatkan moneter nasional. Begitu pula seharusnya yang dilakukan oleh para pelaku industri. Kerjasama dengan industri besar perlu dilakukan agar bisa selamat dari jerat kebijakan yang cenderung monopolistis dan oligarkis. Sepertinya, masih belum ada hal yang bisa membedakan secara jelas antara kebijakan dan efisiensi secara ekonomi nasional di Indonesia.

Friday, July 4, 2008

Mana yang lebih baik - Kebijakan atau Efisiensi ? (2)

Ketika kita hanya melihat industri dari sudut pandang yang sempit, maka kita tidak bisa mengambil kebijakan yang tepat. Isu tentang hemat energi yang akan ditelurkan berupa SKB menteri terkait dengan terbatasnya pasokan listrik membuat para pelaku industri langsung bereaksi keras dan memberi banyak komentar seputar hal ini.

Bisa dibayangkan bagaimana sektor industri Cold storage yang memerlukan pasokan listrik 24 jam untuk membuat produknya tetapi dalam mata rantai dingin (cold chain system). Belum lagi industri pertanian, peternakan, perikanan yang memang memerlukan pasokan listrik yang tidak seperti keadaan pabrik manufaktur biasanya. (pabrik manufaktur bisa disesuaikan dengan jumlah shift, tetapi industri yang berhubungan dengan mahluk hidup tentunya berbeda dengan benda mati).

Pantas saja, yang mengecam kebijakan ini justru dari para pengusaha di bidang makanan, terutama perikanan. Negara Indonesia sebagai negara maritim perlu melihat aspek industri bukan hanya dari kacamata industri manufaktur semata. Bahkan, pengaturan shift industri yang memerlukan 24 jam pasti mempertimbangkan faktor efisiensi penggunaan listrik. Dan, ketika pengaturan jam kerja diberlakukan, tentunya kapasitas produksi akan berkurang dan investor perlu menanamkan investasi pada pabrik baru dengan lokasi yang berbeda demi menyelamatkan negara yang sedang krisis energi. Sangat konyol bukan ?

Implikasi negatif dari kebijakan ini bukan hanya pada sisi industrinya saja, tetapi juga berdampak pada buruh sekaligus investasi di Indonesia. Terbukti, harian Bisnis Indonesia online mencatat setidaknya 400 perusahaan Jepang mengancam untuk undur dari Indonesia jikalau pemerintah tidak bisa mengatasi krisis energi. Sungguh ironis bukan ?

Sepertinya, kebijakan ataupun efisiensi tidak bisa dilakukan dalam kasus ini. Pemerintah harus segera mencari solusi bagaimana meningkatkan pasokan listrik nasional untuk meningkatkan perekonomian bangsa, bukan dengan memberi pembatasan tetapi dengan eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya yang begitu berlimpah di negara kita. Bagaimana tanggapan para pakar energi ?

Mana yang lebih baik - Kebijakan atau Efisiensi ?

Harian Bisnis Indonesia online, 4 Juli 2008 menuliskan bahwa para praktisi industri menolak dengan tegas SKB menteri yang akan dikeluarkan seputar tentang pengaturan jam kerja pabrik.

Penerbitan SKB Menteri ini dikaitkan dengan penghematan listrik yang mencapai beban puncak antara jam 17.00 - 22.00. Dan, Departemen Perindustrian, ESDM dan Tenaga Kerja akan merumuskan bagaimana pengaturan jam kerja yang baik.

Tentunya pihak industri punya alasan sendiri di balik penolakan kebijakan yang cukup mengundang kontroversial. Apabila dilihat dari sisi ekonomis pabrik, kebijakan pengaturan jam kerja belum tentu memberi efek positif karena seiring peningkatan harga minyak dunia, maka tarif dasar listrik pun juga akan naik. Dan, seiring dengan itu pula, industri harus berpikir masalah efisiensi.

Pemerintah juga punya alasan tersendiri di balik pembuatan kebijakan untuk pengaturan jam kerja. Tentunya ada sektor industri yang rugi akibat kenaikan minyak dunia, tapi juga ada industri yang tidak terpengaruh harga BBM secara langsung seperti industri jasa. Dan, pihak pemerintah perlu memilah-milah kebijakan agar tidak terjadi ketimpangan dalam pelaksanaannya.

Memang benar, pelaksanaan kebijakan selalu identik dengan "pemerasan" terselubung. Di tengah ekonomi yang lagi seret, seharusnya pemerintah bisa lebih arif dalam membuat kebijakan dan memberikan himbauan efisiensi lebih giat. Kebijakan tidak selalu memberi efek positif pada efisiensi dan efektivitas, tetapi semuanya harus berawal dari kemauan dan kebutuhan perusahaan itu sendiri akan pentingnya efisiensi dan efektivitas. Setujukan anda dengan hal ini ?

Thursday, July 3, 2008

Workflow Management System (1)

I think a workflow management system should be implemented among enterprises to obtain automation in the work. Many people tries to ask the features and functionality a Workflow Management System in the real system. Well, what a great subject for my next post. So let's try to figure out when an application is a Workflow Management System and when it is not.

What is Workflow?
Workflow can be described simply as the movement of documents and tasks through a business process. Workflow can be a sequential progression of work activities or a complex set of processes each taking place concurrently, eventually impacting each other according to a set of rules, routes, and roles.A number of process-modeling techniques are available to define the detailed routing and processing requirements of a typical workflow. An example of one such method is the Decision-chain process model. This technique uses milestones and decision points to map out the process. An other method is the Event-flow process model which depicts the process as a chain of manual and automatic events and allows for the inclusion of considerable detail.

Workflow Management Systems
Workflow Management Systems allow organizations to define and control the various activities associated with a business process. In addition, many management systems also allow a business the opportunity to measure and analyze the execution of the process so that continuous improvements can be made. Such improvements may be short-term (e.g., reallocation of tasks to better balance the workload at any point in time) or long-term (e.g., redefining portions of the workflow process to avoid bottlenecks in the future). Most workflow systems also integrate with other systems used by the organization: document management systems, databases, e-mail, office automation products, Geographic Information Systems, production applications, etc. This integration provides structure to a process which employs a number of otherwise independent systems. It can also provide a method (such as a project folder) for organizing documents from diverse sources.

Typical Features
Listed below are some typical features associated with many Workflow Management Systems. If anyone of you think the list is not complete or some features do not belong to a Workflow Management System, please let me know.
1. Process Definition Tool: A graphical or textual tool for defining the business process. Each activity within the process is associated with a person or a computer application. Rules are created to determine how the activities progress across the workflow and which controls are in place to govern each activity. Some workflow systems allow dynamic changes to the business process by selected people with administrative clearance.

2. Simulation, Prototyping and Piloting: Some systems allow workflow simulation or create prototype and/or pilot versions of a particular workflow so that it can be tried and tested on a limited basis before it goes into production.
Task Initiation & Control: The business process defined above is initiated and the appropriate human and IT resources are scheduled and/or engaged to complete each activity as the process progresses.

3. Rules Based Decision Making: Rules are created for each step to determine how workflow-related data is to be processed, routed, tracked, and controlled. As an example, one rule might generate email notifications when a condition has been met. Another rule might implement conditional routing of documents and tasks based on the content of fields. Still another might invoke a particular application to view data.

4. Document Routing: In simple systems, this might be accomplished by passing a file or folder from one recipient to another (e.g., an email attachment). In more sophisticated systems, it would be accomplished by checking the documents in an out of a central repository. Both systems might allow for redlining of the documents so that each person in the process can add their own comments without affecting the original document.
Invocation of Applications to View and Manipulate Data: Word-processors, spreadsheets, GIS systems, production applications, etc. can be invoked to allow workers to create, update, and view data and documents.

5. Worklists: These allow each worker to quickly identify their current tasks along with such things as due date, goal date, priority, etc. In some systems, anticipated workload can be displayed as well. These systems analyze where jobs are in the workflow and how long each step should take, and then estimate when various tasks will reach an individual’s desk.

6. Task Automation: Computerized tasks can be automatically invoked. This might include such things as letter writing, email notices, or execution of production applications. Task automation often requires customization of the basic workflow product.

7. Event Notification: Staff and/or managers can be notified when certain milestones occur, when workload increases, etc.

8. Distribution (Routing) Lists for Messages/Mail: Distribution lists can be created for sending ad-hoc messages among the staff.

9. Process Monitoring: The system can provide valuable information on current workload, future workload, bottlenecks (current or potential), turn-around time, missed deadlines, etc.
Access to Information over the World Wide Web: Some systems provide Web interfacing modules in order to provide workflow information to remote customers, suppliers, collaborators, or staff.

10. Tracking and Logging of Activities: Information about each step can be logged. This might include such things as start and completion times, person(s) assigned to the task, and key status fields. This information might later be used to analyze the process or to provide evidence that certain tasks were in fact completed.

11. Administration and Security: A number of functions are usually provided to identify the participants and their respective privileges as well as to administer routines associated with any application (e.g., file back-ups, archiving of logs).

I think the list above captures more or less all features which are associated with Workflow Management Systems nowadays. The discussion topic could have relation with Business Process Management System, as the development of Business Process Reengineering in the era 90's. Hope it can give more ideas to your enterprise.

references : An Introduction to Workflow Management System, Center for Technology in Gevernment University at Albany / SUNY

Thursday, June 19, 2008

Pentingnya belajar regulasi - contoh kasus Industri Kemasan

Salah satu cara mengurangi biaya produksi adalah memperbanyak komponen lokal. Namun, apakah yang terjadi apabila lokal tidak menyediakan komponen yang dibutuhkan ?
Hal inilah yang dialami oleh industri makanan dan minuman pada umumnya. Mayoritas kemasan yang digunakan oleh industri minuman kemasan (susu dan jus) adalah produk import yang tidak memiliki pabrik di Indonesia. Alhasil, pabrik proses pengisian yang di Indonesia harus menambah biaya impor pada komponen kemasan. (lihat artikel di bawah ini)

Oleh karena itu, regulasi industri harus ditegakkan terlebih dahulu sebelum pengambilan keputusan teknis dilakukan. Sebaik apapun algoritma optimasi industri yang dilakukan, apabila regulasi industri masih belum mendukung, maka optimasi di lini produksi tidak akan pernah terealisasi hingga angka optimal.

Sebagai seorang ahli teknik industri, ada baiknya kita mengetahui regulasi yang ada saat ini, untuk memberikan inspirasi mengenai optimasi di dunia industri yang sesungguhnya (contoh : meningkatkan produktivitas dengan mengubah regulasi tenaga kerja selain mengatur penjadualan waktu kerja pegawai, mereduksi waktu lead time dengan mengatur regulasi [baca=retribusi] transportasi di jalur arteri selain mengatur rute terpendek transportasi, dsb.).



===================================
Kemasan Impor Dominan

JAKARTA - Industri kemasan di Indonesia untuk produksi skala besar masih didominasi asing. Sebab, untuk beberapa produk tertentu, produsen lebih suka mengimpor bahan kemasan daripada menggunakan hasil produksi nasional.Chief Marketing Director FGD Herman Pratomo menyatakan produsen minuman kemasan, seperti susu dan jus, lebih memilih impor kemasan karton. Sebab, dua produsen utama kemasan karton, yakni Tetra Pak dan Combipack, tidak memiliki pabrik di Indonesia. ''Mereka mengimpor kemasan karton dan di Indonesia hanya proses pengisian,'' ujanya saat pameran East Design & Graphic Expo (EDGE) 2008 kemarin (18/6). Akibatnya, kata dia, harga produk-produk tersebut lebih mahal. ''Biasanya biaya pengepakan hanyalah 10 persen. Biaya kemasan karton dari dua produsen itu bisa lebih tinggi,'' katanya. Konsekuensinya, kata dia, konsumen yang harus membayar lebih mahal.Menurut dia, masalah ini bisa diselesaikan jika dua produsen itu membuka pabrik di Indonesia. ''Yang mencegah mereka masuk ke sini adalah kendala soal regulasi,'' tuturnya. Selain itu, lanjut dia, SDM andal juga menjadi kendala. Di sisi lain, industri pengepakan karton di tanah air belum berkembang pesat, terutama untuk produk-produk makanan dan minuman. Salah satunya adalah masalah teknologi. ''Rata-rata produsen pengepakan Indonesia memakai mesin dari Tiongkok. Harganya lebih ekonomis dibandingkan mesin dari Eropa atau Australia,'' paparnya. ''Padahal, produsen memilih merek Eropa karena terkait kepercayaan atas mutu dan marketing atau image.''


Sumber : Jawapos online, 19 Juni 2008

Monday, June 9, 2008

9 Sektor manufaktur berpotensi merugi

Dengan melihat kondisi perekonomian di tengah gejolak kenaikan harga BBM, maka tidak ada hal yang mudah untuk dikerjakan di Indonesia, dan juga di luar negeri. Hal ini memicu banyak permasalahan ekonomi dan juga tingkat hidup industri Indonesia. Tidak menutup kemungkinan bahwa para pelaku industri akan merger atau bahkan akhirnya bangkrut karena tidak mampu menekan biaya yang berlebihan akibat biaya energi.

Sudah saatnya, para pakar Teknik Industri mengambil bagian dalam meningkatkan efisiensi industri di Indonesia, mengoptimasi sistem industri untuk menyelamatkan neraca keuangan dari sistem yang kurang optimal dan kurang efisien. Tetapi bagaimana caranya ? Setiap industri pasti memiliki caranya masing2. Sebelum kita berdiskusi cara yang baik, mari kita cermati sektor industri yang diperkirakan akan merugi akibat kenaikan harga minyak dunia.

============================
Importasi produk industri melonjak

Sembilan sektor manufaktur berpotensi merugi

JAKARTA: Peningkatan impor produk manufaktur-baik berupa bahan baku industri yang lebih hilir maupun produk jadi-mulai membuat cemas kalangan industri di dalam negeri karena berpotensi memicu kerugian.

Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Halida Miljani mengatakan terdapat sedikitnya sembilan sektor industri yang berpotensi dirugikan oleh peningkatan impor produk sejenis.

Kesembilan sektor itu adalah industri semen, kertas, baja (profil, pipa, dan kawat), tekstil dan produk tekstil (TPT), sektor kimia hilir seperti monosodium glutamate (MSG) dan asam sitrat, dan sorbitol, industri farmasi, kaca, ban, dan sektor makanan (terigu).

Sepanjang empat tahun terakhir, importasi produk tersebut menunjukkan tren meningkat di 12 wilayah yang mencakup Jatim, Jabar, Banten, Sumut, Lampung, Sulsel, NTB, Sumsel, Yogyakarta, Kalsel, Jateng, dan Kaltim.

"Itu merupakan daerah-daerah yang rentan terhadap persaingan dengan produk impor dan praktik dumping. Daerah-daerah tersebut sebenarnya justru menghasilkan berbagai produk potensial serupa," kata Halida yang juga Ketua Komite Antidumping Indonesia (KADI), pekan lalu.

KPPI mengamati setidaknya ada 14 produk yang impornya melonjak dalam empat tahun terakhir di antaranya semen, tepung terigu, baja profil, ban mobil, ampicilin, sodium silicate, float glass, polyethylene terephthalate, kawat baja, pipa baja, tin plate, coated paper, maleic anhydride dan asam sirat.

"Ancaman terjadinya pelemahan pasar dan pemangkasan produksi itu bahkan kian mengkhawatirkan menyusul terjadinya ketidakstabilan makroekonomi yang dipicu oleh kenaikan harga BBM yang mendongkrak kenaikan biaya distribusi, sehingga inflasi ikut melambung akibat pelemahan daya beli konsumen," ujarnya.

Menurut dia, sejauh ini pengenaan sanksi safeguard baru diterapkan pada produk keramik pecah belah (tableware). Saat ini, KPPI masih menyelidiki permohonan safeguard untuk produk dextrose monohydrate/ DMH (bahan pemanis makanan, minuman dan obat) yang impornya diduga telah menguasai 75% pasar Indonesia.

Data BPS

Berdasarkan analisa KPPI terhadap data Badan Pusat Statistik (BPS), lonjakan impor paling kecil terjadi pada terigu yaitu dari 343.144,9 ton pada 2003 menjadi 536.961,6 ton pada 2006 atau meningkat 19%.

Lonjakan impor terbesar terjadi pada semen yaitu jenis semen portland dari 31.734,7 ton pada 2003 menjadi 886.800,2 ton pada 2006 dan jenis semen lain yang impornya naik dari 280.800 ton pada 2003 menjadi 314.009,1 ton pada 2006.

Kenaikan volume impor yang sangat besar, lanjutnya, dapat mengakibatkan kerugian bagi industri dalam negeri jika barang tersebut diimpor dengan harga dumping (harga jual untuk ekspor lebih murah dibandingkan dengan harga jual di negara pengekspor).

Kendati demikian, katanya, KADI belum menemukan adanya praktik dumping atas tren lonjakan impor di beberapa produk manufaktur itu. "Meskipun tidak terbukti, industri dalam negeri tetap dapat meminta pengenaan safeguard [pengamanan perdagangan] jika dirasa mengalami kerugian akibat membanjirnya produk impor serupa," katanya. (yusuf.waluyo@bisnis.co.id)

Oleh Yusuf Waluyo Jati - Bisnis Indonesia